Filsafat Matematika dan Pendidikan Matematika

1.    Ontologi Matematika
Menurut Nyimas Inda Kusumawati dan Trilius Septaliana (2012: 1), aspek ontologi menguak tentang objek apa yang ditelaah ilmu, bagaimana wujud yang hakiki dari objek tersebut, serta bagaimana hubungan antara objek dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan. Sedangkan, Marsigit, Ilham Rizkianto, dan Nila Mareta Murdiyani (2015: 95-97) berpendapat bahwa ontologi Matematika berusaha memahami keseluruhan dari kenyataan Matematika, yaitu segala Matematika yang mengada. Dalam ontologi Matematika, terdapat dua aspek yaitu aspek ekstensi dan aspek komprehensi. Dalam kaitannya dengan matematika, maka titik pangkal pendekatan ontologis adalah mencari pengertian menurut akar dan dasar terdalam dari kenyataan matematika.

KULIAH TERAKHIR FILSAFAT PENDIDIKAN MATEMATIKA


Dalam kuliah pengganti Filsafat Pendidikan Matematika yang dilaksanakan pada Kamis, 31 Desember 2015 di D07.209 Gedung FMIPA UNY dan diampu oleh Prof. Marsigit, M.A., kami mahasiswa Pendidikan Matematika 2012 mengkaji lebih dalam mengenai pandangan filsafat dalam permasalahan di kehidupan ini. Dalam kuliah ini, kami mengajukan beberapa pertanyaan yang akan dijawab dan dijelaskan oleh Bapak Marsigit.
     Berikut sedikit ulasannya.

§  Bagaimana mengkomunikasikan matematika terhadap siswa pada materi yang abstrak?
Jawabannya adalah sesuai dengan ruang dan waktu. Materi yang abstrak biasanya mulai diajarkan pada siswa SMP dengan kelas yang lebih tinggi dan siswa SMA. Oleh karena itu, guru harus memperhatikan learning continuou (sekarang akan belajar apa, kemarin telah mempelajari apa, dan besok bermanfaat untuk mempelajari apa).
Kemudian dalam mengkomunikasikan, haruslah memberdayakan siswanya dan berilah kesempatan siswa untuk merefleksikan, dan seterusnya. Guru juga harus dapat memfasilitasi siswa untuk membangun dan mengembangkan ilmunya. Begitu pula pada kuliah filsafat ini, terdapat penugasan refleksi pembelajaran yang dilakukan di luar jam pelajaran. Hal ini akan melatih mahasiswa untuk mengembangkan kreativitas mereka dalam berfilsafat.

§  Apakah mencari identitas juga termasuk dalam berfilsafat?
Setiap orang yang mencari identitas itu bisa sadar dan bisa saja tidak sadar. Sebagian besar orang mencari identitas dengan tidak menyadarinya. Pasti akan ada hal yang akhirnya membuat identitas pada diri kita muncul. Identitas dapat kita latih dan ada juga yang sudah tertanam pada diri kita sendiri. Sesungguhnya identitas sangatlah berharga bagi kita. Oleh karena itu, sangat perlu kita dalam menjaga identitas yang kita miliki agar dapat menjadi contoh dalam kebaikan.

§  Bagaimana cara mengajarkan metode santifik dengan baik?
Cara mengajarkan metode santifik dengan baik itu belum tentu ada. Di sisi lain, salah satu pengaruh dari metode saintifik adalah orang-orang menjadi royal bertanya dan royal ingin tahu. Semua ingin tahu dan semua ingin bertanya. Cara belajar yang baik itu tergantung ruang dan waktu. Suatu saat anak akan mengerti dengan sendirinya ketika umur mereka memang sudah saatnya untuk mempelajari dan mengetahui sesuatu. Oleh karena itu, bermain dan pertemanan itu penting. Anak dapat belajar sesuatu dari bermain bersama teman-temannya. Tidak harus semua pertanyaan dari anak harus langsung dijawab. Berilah kesempatan bagi anak untuk membangun pengetahuannya sendiri melalui pengalaman-pengalaman yang mereka lakukan.

§  Metode pembelajaran matematika seperti apa yang tidak memperbudak siswa?
Jawabannya hanya singkat, yaitu metode yang melayani kebutuhan siswa dan metode yang berorientasi kepada siswa.

§  Bagaimana ciri-ciri orang yang telah menggapai ruang dan waktu?
Sebenarnya, kita sudah menggapai ruang dan waktu walaupun tidak menyadarinya. Batu pun telah menggapai ruang dan waktu. Kesadaran itu sudah terstruktur seperti ilmu, maka ilmu itu diibaratkan seperti gunung dan lavanya adalah hakikat ilmu. Sehingga mendaki gunung itu adalah sebagai metodenya. Dan belajar filsafat bagi orang awam itu dapat dilakukan tanpa menyebutkan filsafat itu sendiri atau yang sering disebut dengan elegi, sehingga filsafat dapat dipelajari dimanapun dan kapanpun.

§  Apakah hakikat malas dalam filsafat?
Malas itu adalah gejala jiwa. Sedangkan, tidak malas (rajin) itu berhasil menembus ruang dan waktu. Malas itu dapat diartikan sebagai tidak mensyukuri dan tidak memahami apa yang terjadi kemarin, saat ini, dan yang akan datang. Malas juga merupakan potensi (fatal dan vital) yang dimiliki setiap manusia, tetapi lain halnya dengan kebermanfaatannya. Tentu saja malas akan memiliki dampak negatif bagi diri kita.

§  Bagaimana usaha kita agar tidak terjebak oleh mitos?
Mitos itu berstruktur, ada ringan dan berat, simpel dan kompleks. Mitos yang kita miliki belum tentu merupakan mitos yang dimiliki orang lain. Kadang orang tidak dapat melampaui batas mitos (seperti batas budaya), sehingga terkadang mitos menyebabkan kita terkunci dengan budaya/mitos jaman dulu sejak kecil. Oleh karena itu, kita harus menaikkan dimensi, teknologi dan informasi. Namun menurut sisi praktisnya, mitos itu penting agar kita tidak semena-mena merusak lingkungan di sekitar kita.

§  Mitos itu memang ada manfaatnya, tetapi ketika sudah tumbuh besar dan dewasa kita harus dapat menjadi logos. Logos itu berhenti memikirkan, sedangkan mitos terus memikirkan. Kadang kita juga perlu menjadi lupa walaupun lupa itu dapat menjadikan suatu masalah. Namun, lupa itu juga sesuatu yang penting. Jika manusia tidak dapat lupa, maka akan stres. Ketika menghadapi suatu masalah, kecerdasan hati dan kecerdasan pikiran menjadi sesuatu yang sangat penting dalam mengatasi masalah tersebut. Di dalam filsafat tidak ada yang salah. Hal ini tergantung dengan cara kita menyikapinya. Dari itulah kita bisa belajar melalui pengalaman yang pernah kita lalui sebelumnya.

§ Apakah mempunyai tekad yang kuat terhadap masa depan termasuk mendahului kodrat dari-Nya?
Itulah keterampilan hidup, yaitu menterjemahkan hermenitika antara doa dan usaha serta hati dan pikiran. Sehingga selalu ada tantangan dalam hidup ini. Ada saatnya kita bekerja keras dan sabar menunggu, serta berdoa. Agama meliputi hal-hal dunia dan akhirat. Hal ini dikarenakan keterbatasan manusia bahwa kodrat manusia itu relatif.

Itulah beberapa uraian singkat mengenai kuliah Filsafat Pendidikan Matematika. Sejak zaman dahulu, Matematika dan filsafat memang telah memiliki sejarah keterkaitan satu dengan yang lain. Sehingga, saat ini kita dapat memiliki pandangan yang lain untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai Matematika melalui filsafat.

IDENTITASNYA KONTRADIKSI DAN KONTRADIKSINYA IDENTITAS


Filsafat adalah masing-masing penjelasan dari pertanyaan-pertanyaan yang ada. Maka, filsafat kita adalah penjelasannya. Contohnya adalah satu kata seperti ideal itu memiliki banyak penjelasan. Contoh lainnya adalah kata sukses. Untuk mencapai sukses, kita harus berusaha, harus berikhtiar, dan harus berdoa supaya sukses. Serta memikirkan inisiatif-inisiatif agar tidak terperosok, dan lain-lain. Dalam hal ini, dimensi kita sudah harus naik dengan cara memproduksi penjelasan-penjelasan dan uraian-uraian agar kita dapat kritis. Filsafat itu kritis.
Pada saat kuliah filsafat, Bapak Marsigit bagaikan seorang dewa yang datang untuk memberikan wahyu. Agar mendapat wahyu, kita harus tenang, cermat, refleksif. Sepeti biasa, Bapak Marsigit memberikan pertanyaan-pertanyaan tes jawab singkat mengenai materi identitasnya kontradiksi, dan kontradiksinya identitas. Setelah tes jawab singkat tersebut, Bapak Marsigit meminta satu per satu dari mahasiswa untuk menanyakan tentang pertanyaan mana yang masih bingung dan kemudian akan dijelaskan oleh Bapak Marsigit.
Salah satu mahasiswa yang dipanggil akhirnya meminta Bapak Marsigit untuk menjelaskan tentang awalnya akhir dan akhirnya awal. Filsafat dari awalnya akhir dan akhirnya awal memiliki makna yang sering kita jumpai dalam kegiatan yang kita lakukan. Di dalam kegiatan-kegiatan yang sering kita lakukan (seperti pembelajaran) terdapat bagian-bagian seperti pendahuluan, inti, dan penutup. Diri kita juga ada awal dan akhirnya. Diri kita adalah kehidupan yang kita lakukan sendiri. Menceritakan kehidupan kita sendiri merupakan diri kita sendiri. Hidup kita ini terus berkelanjutan layaknya memainkan gamelan yang terus berkelanjutan agar terus harmoni. Kalau ingin berhenti juga pelan-pelan layaknya kereta api. Begitulah cara filsafat membangun dunia.
Kemudian, ada yang menanyakan tentang bolehnya tidak dan tidaknya boleh. Menurut Bapak Marsigit,  bolehnya tidak dan tidaknya boleh ini telah mengalami reduksi yang seharusnya bolehnya tidak boleh dan tidak bolehnya boleh. Dalam filsafat, bolehnya tidak boleh dan tidak bolehnya boleh ini tergantung ruang dan waktu, tergantung keadaan. Boleh berpendapat sebebas-bebasnya tapi harus memperhatikan keadaan (ruang dan waktu). Misalnya tidak mungkin untuk mengajak berpendapat orang yang sedang tidur. Bebas tapi yang bertanggung jawab karena bersangkutan dengan orang lain. Penerapan lainnya ada pada matematika. Misalnya pada matematika, ada yang boleh dikerjakan ada yang tidak, mana yang salah dan mana yang benar.
Kemudian, mahasiswa lain bertanya tentang disharmoninya harmoni dan harmoninya disharmoni. Terkadang walaupun kelihatannya disharmoni, tetapi sebenarnya harmoni. Walaupun kelihatannya tidak sehat, tetapi sebenarnya sehat. Oleh karena itu agar seimbang, miring kiri harus dibalas dengan miring kanan. Naik motor harus seimbang, itulah yang dinamakan harmoninya disharmoni. Sebenar-benarnya harmoni dicapai karena ada disharmoni di dalamnya. Jadi, ketika melihat sesuatu yang disharmoni kita harus meningkatkan dimensi kita untuk dapat mendapatkan penjelasan atas kedisharmonisan tersebut. Hidup itu harus seimbang, sehingga sebagai makhluk individu kita harus saling melengkapi, misal dengan adanya suami dan istri.
Sama halnya dengan benarnya salah dan salahnya benar. Semua itu tergantung ruang dan waktu, serta tiap orang itu dimensinya berbeda. Orang yang masih muda dan orang yang sudah tua juga dimensinya berbeda, sehingga apa yang dilakukan benar oleh orang tua belum tentu benar dilakukan oleh orang yang muda, begitu pula sebaliknya.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan oleh Bapak Marsigit tersebut, filsafat itu kembalikan ke hakikatnya, dipahami, sehingga kita harus belajar filsafat dengan ikhlas hati dan ikhlas pikir.

MEMAHAMI OBJEK FILSAFAT


Objek dari filsafat itu adalah yang ada dan yang mungkin ada. Manusia biasa memiliki keterbatasan dalam menyebutkan semua sifat mengenai yang ada dan yang mungkin ada, karena banyaknya sifat tersebut adalah tak hingga dan tak akan selesai untuk menyebutkannya. Karena banyak sekali, maka sebenar-benarnya manusia adalah sebagai seorang reduksionis. Reduksi adalah memilih sifat yang dapat diketahui, memilih sifat sesuai tujuannya yaitu untuk membangun dunia. Secara spesifik yaitu membangun dunia kita sendiri.
Yang ada ini bersifat tetap (mencakup separuh dunia) dan separuh dunianya lagi adalah yang mungkin ada dan bersifat berubah. Yang ada dan yang mungkin ada merupakan suatu struktur. Yang tetap biasanya terdapat di dalam pikiran dan yang berubah berada di luar pikiran. Dan sebenar-benar dunia adalah sifat itu sendiri. Diriku dan dirimu juga merupakan sifat. Tokoh dari tetap adalah Permenides, sedangkan tokoh dari berubah adalah Heraclitos. Sifat yang lain dari tetap adalah absolut yang tokohnya Plato, sedangkan sifat dari berubah adalah real yang tokohnya Aristoteles. Sifat yang lain dari tetap adalah kebenarnnya konsisten atau koheren, yaitu I=I karena tidak terikat ruang dan waktu. Sedangkan, sifat dari berubah adalah kebenarannya adalah cocok atau korespondensi yaitu I¹I karena di luar pikiran itu terikat ruang dan waktu.
Jika sifatnya dinaikkan terus, maka sifat dari tetap adalah transenden (subjeknya dari objeknya) atau lebih mudah disebut sebagai seorang dewa, sedangkan sifat dari berubah adalah anak-anak. Jika ditingkatkan lagi, maka tetap berhubungan dengan spiritual. Kemudian, konsisten dan koheren itu kebenarannya satu atau tunggal, maka spiritualisme itu satu atau tunggal yaitu hanya kuasa Tuhan. Sedangkan, jika kita turun ke bumi (dunia yang berubah) maka kita bersifat plural dan kebenarannya bersifat relatif. Selanjutnya, koheren dan konsisten dalam pikiran itu memakai logika, sedangkan dunia yang real adalah dunianya pengalaman atau dunianya empiris. Dan tetap dari sisi kerjanya logika, tetapi dari sisi kemampuannya adalah rasio. Rasio ini bersifat formal sehingga mementingkan wadahnya. Pada dunia yang mungkin ada, rasio ini mengerucut menjadi empiris.
Di samping analitik, pikiran manusia bersifat A Priori yaitu belum mengerti kejadiannya tapi sudah paham. Contoh, dokter melayani dengan telepon dimana dokter tidak melihat langsung pasiennya tetapi dapat memahami penyakit pasien dan dapat memutuskan obat yang harus diminum. Jika berdasarkan pengalaman, maka ini bersifat A Posteriori artinya harus melihat dan mengapersepsi dulu baru paham. Semua dunia binatang itu seperti itu. Dalam hal ini, dokter hewan yang tidak dapat memutuskan tanpa melihat dulu. Hal ini menggunakan metode sintetik, artinya fenomena yang satu dan yang lain saling berhubungan.
Sehingga, jangan begitu menjunjung logika dan mengabaikan pengalaman, begitu pula sebaliknya. Sebenar-benar ilmu adalah terdiri atas A Priori dan A Posteriori. Ilmu menurut Immanuel Kant bersifat Sintetik A Priori. A Priori itu dipikirkan, sintetik itu dicoba sehingga lahirlah metode saintifik. Maka, berfilsafat adalah pikirkanlah pengalamanmu dan terapkanlah pikiranmu.