Filsafat
adalah masing-masing penjelasan dari pertanyaan-pertanyaan yang ada. Maka,
filsafat kita adalah penjelasannya. Contohnya adalah satu kata seperti ideal
itu memiliki banyak penjelasan. Contoh lainnya adalah kata sukses. Untuk mencapai
sukses, kita harus berusaha, harus berikhtiar, dan harus berdoa supaya sukses. Serta
memikirkan inisiatif-inisiatif agar tidak terperosok, dan lain-lain. Dalam hal
ini, dimensi kita sudah harus naik dengan cara memproduksi
penjelasan-penjelasan dan uraian-uraian agar kita dapat kritis. Filsafat itu
kritis.
Pada
saat kuliah filsafat, Bapak Marsigit bagaikan seorang dewa yang datang untuk
memberikan wahyu. Agar mendapat wahyu, kita harus tenang, cermat, refleksif.
Sepeti biasa, Bapak Marsigit memberikan pertanyaan-pertanyaan tes jawab singkat
mengenai materi identitasnya kontradiksi, dan kontradiksinya identitas. Setelah
tes jawab singkat tersebut, Bapak Marsigit meminta satu per satu dari mahasiswa
untuk menanyakan tentang pertanyaan mana yang masih bingung dan kemudian akan
dijelaskan oleh Bapak Marsigit.
Salah
satu mahasiswa yang dipanggil akhirnya meminta Bapak Marsigit untuk menjelaskan
tentang awalnya akhir dan akhirnya awal. Filsafat dari awalnya akhir dan
akhirnya awal memiliki makna yang sering kita jumpai dalam kegiatan yang kita
lakukan. Di dalam kegiatan-kegiatan yang sering kita lakukan (seperti pembelajaran)
terdapat bagian-bagian seperti pendahuluan, inti, dan penutup. Diri kita juga
ada awal dan akhirnya. Diri kita adalah kehidupan yang kita lakukan sendiri.
Menceritakan kehidupan kita sendiri merupakan diri kita sendiri. Hidup kita ini
terus berkelanjutan layaknya memainkan gamelan yang terus berkelanjutan agar
terus harmoni. Kalau ingin berhenti juga pelan-pelan layaknya kereta api. Begitulah
cara filsafat membangun dunia.
Kemudian,
ada yang menanyakan tentang bolehnya tidak dan tidaknya boleh. Menurut Bapak
Marsigit, bolehnya tidak dan tidaknya
boleh ini telah mengalami reduksi yang seharusnya bolehnya tidak boleh dan
tidak bolehnya boleh. Dalam filsafat, bolehnya tidak boleh dan tidak bolehnya
boleh ini tergantung ruang dan waktu, tergantung keadaan. Boleh berpendapat
sebebas-bebasnya tapi harus memperhatikan keadaan (ruang dan waktu). Misalnya tidak
mungkin untuk mengajak berpendapat orang yang sedang tidur. Bebas tapi yang
bertanggung jawab karena bersangkutan dengan orang lain. Penerapan lainnya ada
pada matematika. Misalnya pada matematika, ada yang boleh dikerjakan ada yang
tidak, mana yang salah dan mana yang benar.
Kemudian,
mahasiswa lain bertanya tentang disharmoninya harmoni dan harmoninya disharmoni.
Terkadang walaupun kelihatannya disharmoni, tetapi sebenarnya harmoni. Walaupun
kelihatannya tidak sehat, tetapi sebenarnya sehat. Oleh karena itu agar
seimbang, miring kiri harus dibalas dengan miring kanan. Naik motor harus
seimbang, itulah yang dinamakan harmoninya disharmoni. Sebenar-benarnya harmoni
dicapai karena ada disharmoni di dalamnya. Jadi, ketika melihat sesuatu yang
disharmoni kita harus meningkatkan dimensi kita untuk dapat mendapatkan
penjelasan atas kedisharmonisan tersebut. Hidup itu harus seimbang, sehingga
sebagai makhluk individu kita harus saling melengkapi, misal dengan adanya
suami dan istri.
Sama
halnya dengan benarnya salah dan salahnya benar. Semua itu tergantung ruang dan
waktu, serta tiap orang itu dimensinya berbeda. Orang yang masih muda dan orang
yang sudah tua juga dimensinya berbeda, sehingga apa yang dilakukan benar oleh orang
tua belum tentu benar dilakukan oleh orang yang muda, begitu pula sebaliknya.
Berdasarkan
penjelasan-penjelasan oleh Bapak Marsigit tersebut, filsafat itu kembalikan ke hakikatnya,
dipahami, sehingga kita harus belajar filsafat dengan ikhlas hati dan ikhlas
pikir.
0 comments:
Post a Comment