Objek dari filsafat itu adalah yang ada dan yang mungkin ada. Manusia biasa memiliki keterbatasan dalam menyebutkan semua sifat mengenai yang ada dan yang mungkin ada, karena banyaknya sifat tersebut adalah tak hingga dan tak akan selesai untuk menyebutkannya. Karena banyak sekali, maka sebenar-benarnya manusia adalah sebagai seorang reduksionis. Reduksi adalah memilih sifat yang dapat diketahui, memilih sifat sesuai tujuannya yaitu untuk membangun dunia. Secara spesifik yaitu membangun dunia kita sendiri.
Yang
ada ini bersifat tetap (mencakup separuh dunia) dan separuh dunianya lagi
adalah yang mungkin ada dan bersifat berubah. Yang ada dan yang mungkin ada
merupakan suatu struktur. Yang tetap biasanya terdapat di dalam pikiran dan
yang berubah berada di luar pikiran. Dan sebenar-benar dunia adalah sifat itu
sendiri. Diriku dan dirimu juga merupakan sifat. Tokoh dari tetap adalah
Permenides, sedangkan tokoh dari berubah adalah Heraclitos. Sifat yang lain
dari tetap adalah absolut yang tokohnya Plato, sedangkan sifat dari berubah
adalah real yang tokohnya Aristoteles. Sifat yang lain dari tetap adalah
kebenarnnya konsisten atau koheren, yaitu I=I karena tidak terikat ruang dan
waktu. Sedangkan, sifat dari berubah adalah kebenarannya adalah cocok atau
korespondensi yaitu I¹I karena di luar pikiran itu terikat
ruang dan waktu.
Jika
sifatnya dinaikkan terus, maka sifat dari tetap adalah transenden (subjeknya
dari objeknya) atau lebih mudah disebut sebagai seorang dewa, sedangkan sifat
dari berubah adalah anak-anak. Jika ditingkatkan lagi, maka tetap berhubungan
dengan spiritual. Kemudian, konsisten dan koheren itu kebenarannya satu atau
tunggal, maka spiritualisme itu satu atau tunggal yaitu hanya kuasa Tuhan.
Sedangkan, jika kita turun ke bumi (dunia yang berubah) maka kita bersifat
plural dan kebenarannya bersifat relatif. Selanjutnya, koheren dan konsisten
dalam pikiran itu memakai logika, sedangkan dunia yang real adalah dunianya
pengalaman atau dunianya empiris. Dan tetap dari sisi kerjanya logika, tetapi
dari sisi kemampuannya adalah rasio. Rasio ini bersifat formal sehingga
mementingkan wadahnya. Pada dunia yang mungkin ada, rasio ini mengerucut
menjadi empiris.
Di
samping analitik, pikiran manusia bersifat A Priori yaitu belum mengerti kejadiannya
tapi sudah paham. Contoh, dokter melayani dengan telepon dimana dokter tidak
melihat langsung pasiennya tetapi dapat memahami penyakit pasien dan dapat
memutuskan obat yang harus diminum. Jika berdasarkan pengalaman, maka ini
bersifat A Posteriori artinya harus melihat dan mengapersepsi dulu baru paham.
Semua dunia binatang itu seperti itu. Dalam hal ini, dokter hewan yang tidak
dapat memutuskan tanpa melihat dulu. Hal ini menggunakan metode sintetik,
artinya fenomena yang satu dan yang lain saling berhubungan.
Sehingga, jangan begitu
menjunjung logika dan mengabaikan pengalaman, begitu pula sebaliknya.
Sebenar-benar ilmu adalah terdiri atas A Priori dan A Posteriori. Ilmu menurut
Immanuel Kant bersifat Sintetik A Priori. A Priori itu dipikirkan, sintetik itu
dicoba sehingga lahirlah metode saintifik. Maka, berfilsafat adalah pikirkanlah
pengalamanmu dan terapkanlah pikiranmu.
0 comments:
Post a Comment