Filsafat Matematika dan Pendidikan Matematika

1.    Ontologi Matematika
Menurut Nyimas Inda Kusumawati dan Trilius Septaliana (2012: 1), aspek ontologi menguak tentang objek apa yang ditelaah ilmu, bagaimana wujud yang hakiki dari objek tersebut, serta bagaimana hubungan antara objek dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan. Sedangkan, Marsigit, Ilham Rizkianto, dan Nila Mareta Murdiyani (2015: 95-97) berpendapat bahwa ontologi Matematika berusaha memahami keseluruhan dari kenyataan Matematika, yaitu segala Matematika yang mengada. Dalam ontologi Matematika, terdapat dua aspek yaitu aspek ekstensi dan aspek komprehensi. Dalam kaitannya dengan matematika, maka titik pangkal pendekatan ontologis adalah mencari pengertian menurut akar dan dasar terdalam dari kenyataan matematika.
Berdasarkan pengalaman tentang kenyataan matematika, maka dapat disadari tentang hakekat mengada dari kenyataan matematika. Akan tetapi, mengadanya kenyataan matematika akan memberikan pengalaman konkret bagi diri tentang hakekat kenyataan matematika. Oleh karena itu, pendekatan ontologis dalam memahami kenyataan matematika merupakan lingkaran hermenitik antara pengalaman dan mengada tanpa bisa dikatakan mana yang lebih dahulu. Pertanggungan ontologis tidak dapat diberikan di muka melainkan akan tampak melalui uraian ontologis itu sendiri, artinya kajian matematika secara ontologis tidak dapat dimulai dengan cara menentukan definisi-definisi atau teorema-teorema tentang kenyataan dasar matematika karena hal demikian akan mempersempit batas-batas pemikiran dan dengan demikian akan menutup jalan pemikiran yang lain. Jadi, penjelasan ontologis tentang kenyataan matematika hanya dapat ditampakkan sambil menjalankan ontologi matematika sebagai suatu cabang filsafat matematika.
Contoh Ontologi Matematika
Marsigit, Ilham Rizkianto, dan Nila Mareta Murdiyani (2015: 98-117) berpendapat bahwa contoh ontologis dalam matematika terdiri atas hakikat matematika, pondasi matematika, intuisi matematika, dan kontradiksi dalam matematika.
Sedangkan, Nyimas Inda Kusumawati dan Trilius Septaliana (2012: 3-4) menyatakan bahwa aspek ontologi pada ilmu matematika akan diuraikan sebagai berikut:
a.    Metodis; matematika merupakan ilmu ilmiah (bukan fiktif).
b.    Sistematis; ilmu matematika adalah ilmu telaah pola dan hubungan artinya kajian-kajian ilmu matematika saling berkaitan antara satu sama lain.
c.    Koheren; konsep, perumusan, definisi dan teorema dalam matematika saling bertautan dan tidak bertentangan.
d.   Rasional; ilmu matematika sesuai dengan kaidah berpikir yang benar dan logis.
e.    Komprehensif; objek dalam matematika dapat dilihat secara multidimensional (dari barbagai sudaut pandang).
f.     Radikal; dasar ilmu matematika adalah aksioma-aksioma.
g.    Universal; ilmu matematika kebenarannya berlaku secara umum dan di mana saja.

2.    Epistemologi Matematika
Menurut Nyimas Inda Kusumawati dan Trilius Septaliana (2012: 1-2), aspek epistimologis berusaha menjawab bagaimana proses yang memungkinkan diperolehnya pengetahuan yang berupa ilmu, bagaimana prosedurnya, hal-hal apa yang harus di perhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar, apa yang disebut kebenaran itu sendiri, apakah kriterianya, cara/teknik/sarana apa yang membantu kita dalam mendapat-kan pengetahuan yang berupa ilmu.
Marsigit, Ilham Rrizkianto, dan Nila Mareta Murdiyani (2015: 130-133) berpendapat bahwa pertanyaan epistemologis dapat diajukan misal dapatkah kita mendefinisikan matematika? Mendefinisikan berarti mengungkapkan sesuatu dengan ungkapan yang lain yang lebih dimengerti. Maka ketika kita berusaha mendefinisikan kita akan menjumpai “infinit regres” yaitu penjelasan tiada akhir dari pengertian yang dimaksud. Tentulah hal ini tidak mungkin dilakukan. Jika kita menginginkan dapat memperoleh pengetahuan tentang “hakekat matematika” maka pengetahuan demikian bersifat paling sederhana dan paling mendasar (sui generis). Pengetahuan matematika yang demikian tidak dapat disederhanakan lagi dan tidak dapat dijelaskan mengunakan ungkapan lainnya. Oleh karena itu, pendekatan epistemologis perlu dikembangkan agar kita dapat mengetahui kedudukan matematika di dalam konteks keilmuan. Salah satu cara adalah dengan menggunakan bahasa “analog”. Dengan pendekatan ini maka kita mempunyai pemikiran bahwa “ada”nya matematika bersifat “analog” dengan “ada”nya objek-objek lain di dalam kajian filsafat.
Contoh Epistemologi Matematika
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas mengenai epistemologi matematika, maka contoh dari proses untuk memperoleh pengetahuan mengenai matematika bagi seorang siswa atau orang muda yang mempelajari matematika adalah dengan belajar. Dalam memperoleh ilmu ini, kita juga harus menerapkan sikap sabar dan ikhlas (ikhlas hati dan ikhlas pikir) sehingga materi yang kita pelajari tentang matematika dapat kita pahami dengan baik tanpa ada keterpaksaan.
Menurut Marsigit, Ilham Rrizkianto, dan Nila Mareta Murdiyani (2015: 134), di dalam kajian pondasi epistemologis matematika terdapat pandangan tentang epistemologi standar yang meliputi kajian tentang kebenaran, kepastian, universalisme, objektivitas, rasionalitas, dan sebagainya. Nyimas Inda Kusumawati dan Trilius Septaliana (2012: 5) berpendapat bahwa, matematika bukanlah suatu ilmu melainkan suatu olah/cara berpikir logis, kritis dan sistematis. Matematika terdapat pada hampir semua ilmu pengetahuan, artinya ilmu pengetahuan membutuhkan matematika sama halnya seperti bahasa.

3.    Aksiologi Matematika
Menurut Nyimas Inda Kusumawati dan Trilius Septaliana (2012: 2), aspek aksiologi akan menjawab untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan, bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral, bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral, bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral/professional.
Marsigit, Ilham Rrizkianto, dan Nila Mareta Murdiyani (2015: 156-157) berpendapat bahwa pendekatan aksiologis mempelajari secara filosofis hakekat nilai atau value dari matematika. Menurut Hartman, nilai adalah fenomena atau konsep; nilai sesuatu ditentukan oleh sejauh mana fenomena atau konsep itu sampai kepada makna atau arti. Menurutnya, nilai matematika paling sedikit memuat empat dimensi: matematika mempunyai nilai karena maknanya, matematika mempunyai nilai karena keunikannya, matematika mempunyai nilai karena tujuannya, dan matematika mempunyai nilai karena fungsinya. Tiap-tiap dimensi nilai matematika tersebut selalu terkait dengan sifat nilai yang bersifat intrinsik, ekstrinsik atau sistemik. Jika seseorang menguasai matematika hanya untuk dirinya maka pengetahuan matematikanya bersifat intrinsik; jika dia bisa menerapkan matematika untuk kehidupan sehari-hari maka pengetahuanmatematika bersifat ekstrinsik; dan jika dia dapat mengembangkan matematika dalam kancah pergaulan masyarakat matematika maka pengetahuan matematikanya bersifat sistemik. Menurut Moore di dalam Hartman, nilai matematika dapat digunakan untuk mengembangkan pertimbangan mengenai kapasitas matematika.
Contoh Aksiologi Matematika
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas mengenai aksiologi matematika, maka contoh dari aksiologi matematika berdasarkan nilai yang terkandung dalam matematika adalah matematika mempunyai peranan yang sangat penting dalam kemajuan teknologi. Hal ini karena maatematika terdapat pada hampir semua ilmu pengetahuan, artinya ilmu pengetahuan membutuhkan matematika. Selain itu, peradaban manusia yang berkembang dari peradaban sederhana dan bersahaja menjadi peradaban modern yang bercorak ilmiah dan teknologis dengan adanya matematika.

4.    Ontologi Pendidikan Matematika
Berdasarkan pengertian ontologi matematika di atas, maka ontologi pendidikan matematika juga menguak tentang objek apa yang ditelaah pendidikan matematika, bagaimana wujud yang hakiki dari pendidikan matematika, serta bagaimana hubungan antara pendidikan matematika dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa, dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan. Jika ontologi matematika berusaha memahami keseluruhan dari kenyataan Matematika, maka ontologi pendidikan Matematika memahami tentang keseluruhan dari kenyataan pendidikan Matematika yaitu segala pendidikan Matematika yang mengada.
Contoh Ontologi Pendidikan Matematika
Berdasarkan pengertian di atas, maka contoh ontologis dalam pendidikan matematika terdiri atas hakikat pendidikan matematika (matematika sekolah), pondasi pendidikan matematika, dan intuisi pendidikan matematika.

5.    Epistemologi Pendidikan Matematika
Berdasarkan pengertian epistemologi matematika di atas, maka epistimologis pendidikan matematika juga berusaha untuk menjawab bagaimana proses yang memungkinkan diperolehnya pengetahuan pendidikan matematika, bagaimana prosedurnya, hal-hal apa yang harus di perhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan tentang pendidikan matematika yang benar, apa yang disebut kebenaran itu sendiri, apakah kriterianya, cara/teknik/sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan tentang pendidikan matematika. Selain itu, epistemologi pendidikan matematika juga berusaha untuk mengetahui definisi lain dari pendidikan matematika itu.
 Contoh Epistemologi Pendidikan Matematika
Pendidikan matematika dalam konteks ini disebut dengan matematika sekolah, yaitu matematika yang umumnya diajarkan di jenjang pendidikan formal dari SD sampai dengan tingkat SMA. Sedangkan, matematika yang diajarkan pada tingkat universitas adalah matematika formal (matematika murni). Contoh dari proses untuk memperoleh pengetahuan mengenai pendidikan matematika bagi seorang guru yang mempelajari pendidikan matematika adalah dengan memperhatikan bahwa matematika sekolah itu merupakan kegiatan bagi siswa sehingga siswa belajar dengan membangun sendiri pengetahuannya mengenai matematika.

6.    Aksiologi Pendidikan Matematika
Berdasarkan pengertian aksiologi matematika di atas, maka aksiologi pendidikan matematika juga akan menjawab untuk apa pendidikan matematika itu dipergunakan, bagaimana kaitan antara cara penggunaan pendidikan matematika tersebut dengan kaidah-kaidah moral, bagaimana penentuan objek pendidikan matematika yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral, serta bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral/professional. Selain itu, pendekatan aksiologis dari pendidikan matematika juga mempelajari secara filosofis hakekat nilai atau value dari pendidikan matematika.
Contoh Aksiologi Pendidikan Matematika
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas mengenai aksiologi pendidikan matematika, maka contoh dari aksiologi pendidikan matematika berdasarkan nilai yang terkandung dalam pendidikan matematika adalah Kemampuan siswa dapat ditumbuhkan dalam mempelajari matematika terutama matematika sekolah yang terdiri atas bagian-bagian matematika yang dipilih guna menumbuhkembangkan kemampuan-kemampuan dan membentuk pribadi serta berpandu kepada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

7.    Hermenitika Matematika
Hermenitika merupakan teori menafsir yang dilandasi keyakinan bahwa adanya dunia tidak bergantung pada subjek diri. Oleh karena itu, cukup jelas bahwa kedudukan hermenititka di matematika berada di luar diri subjek. Secara filsafat, maka hal yang demikian selaras dengan pandangan realisme bahwa diri subjek memikirkan matematika sebagai kenyataan yang lain yang berada di luar dirinya. Tujuan hermenitika adalah untuk mengungkap makna, maka hermenitika matematika berarti berusaha mengungkap makna dari kenyataan matematika yang tertulis dan sebagai data empiris bisa dipandang sebagai matematika yang dianggap sebagai bahasa. Hermenitika matematika menganggap matematika sebagai himpunan objek-objek matematika yang penuh makna. Karena kenyataan matematika dianggap berada di luar diri subjek, maka untuk memikirkannya seorang diri subjek memerlukan pertimbangan data empiris yang ditangkap dengan persepsi inderawi dari konteksnya. Konteks hermenitika matematika adalah hidup manusia di dalam dunianya yang men-sejarah dari pengalaman masa lampau, sekarang dan menuju masa depan (Marsigit, Ilham Rrizkianto, dan Nila Mareta Murdiyani, 2014: 180).
Contoh Hermenitika Matematika
Berdasarkan pendapat mengenai hermenitika matematika di atas, maka contoh dari hermenitika matematika adalah kegiatan menerjemahkan dan diterjemahkan ketika menemui suatu permasalahan matematika. Misalnya, jika terdapat suatu baris bilangan asli 1, 2, 3, 4, 5, 6, ... maka dapat menerjemahkan bahwa sifat-sifat bilangan asli adalah mempunyai anggota permulaan yaitu 1, tidak mempunyai anggota terakhir, dan mempunyai urutan tertentu.

8.    Hermenitika Pendidikan Matematika
Berdasarkan pengertian hermenitika matematika di atas, maka hermenitika pendidikan matematika juga berusaha mengungkapkan makna dari kenyataan pendidikan matematika di mana matematika dapat dianggap sebagai bahasa. Karena dalam konteks ini pendidikan matematika disebut dengan matematika sekolah, yaitu matematika yang umumnya diajarkan di jenjang pendidikan formal dari SD sampai dengan tingkat SMA, maka maksud dari hermenitika pendidikan matematika adalah mengkomunikasikan matematika dengan baik kepada siswa saat terlaksananya pembelajaran matematika.
Contoh Hermenitika Pendidikan Matematika
Berdasarkan pendapat mengenai pendidikan hermenitika matematika di atas, maka contoh dari hermenitika pendidikan matematika adalah guru mampu memahami hakikat siswa belajar matematika dengan menguasai dan dapat mengimplementasikan berbagai kegiatan komunikasi dengan siswa yang belajar matematika.

9.    Phenomenologi Matematika
Menurut Bryan Magee (2008: 211), fenomenologi merupakan uraian atau analisis mengenai pengalaman-pengalaman kesadaran kesadaran di dalam sesuatu itu. Sebagai contoh, filsafat matematika adalah tentang persoalan dasar-dasar logis  matematika, hakikat angka, bukti, dan sebagainya. Sedangkan, fenomenologi matematika adalah tentang matematika sebagai sebuah aktivitas kesadaran, juga tentang pengalaman sewaktu melakukan matematika.
Contoh Phenomenologi Matematika
Berdasarkan pendapat mengenai fenomenologi matematika di atas, maka contoh dari fenomenologi matematika adalah proses memahami hakikat matematika yang menyebutkan bahwa objek matematika yang keberadaannya real sebagai sebuah kesadaran dan proses belajar matematika melalui pengalaman yang telah dilakukan dalam pembelajaran matematika di sekolah.

10.  Phenomenologi Pendidikan Matematika
Berdasarkan pengertian fenomenologi matematika di atas, maka kita dapat memperoleh pengertian mengenai fenomenologi pendidikan matematika juga. Fenomenologi matematika adalah tentang matematika sebagai sebuah aktivitas kesadaran, juga tentang pengalaman sewaktu melakukan matematika. Selain itu dalam konteks filsafat ini, pendidikan matematika merupakan matematika sekolah yang dianggap sebagai suatu kegiatan bagi siswa. Proses pendidikan matematika dalam sekolah juga dilakukan secara sadar, sehingga fenomenologi dapat diartikan sebagai suatu usaha yang sadar untuk menyiapkan siswa melalui kegiatan-kegiatan yang nyata dan pengalaman yang dilakukan untuk membangun pengetahuan siswa tentang matematika.
Contoh Phenomenologi Pendidikan Matematika
Berdasarkan pendapat mengenai fenomenologi pendidikan matematika di atas, maka contoh dari fenomenologi pendidikan matematika adalah proses yang terjadi dalam pembelajaran matematika di sekolah. Dalam kegiatan pembelajaran matematika, siswa melakukan kegiatan menemukan pola dan hubungan, kegiatan menemukan kreativitas, kegiatan pemecahan masalah, serta sebagai alat berkomunikasi.

0 comments:

Post a Comment